BAGANSIAPIAPI,KABARROHIL-Tampak
Rumah berdinding papan tanpa cat berukuran enam meter kali sepuluh meter di
jalan Pelabuhan Baru ujung Kepenghuluan Bagan Hulu Bagansiapiapi. Disebelahnya
bangunan dinding batu dengan kontruksi bangunan bertingkat juga tanpa bercat.
Dimana penangkaran sarang wallet dengan suara bergema diatas lantai empat.
Bangunan berdinding papan tanpa cat itulah sosok usia lebih dari setengah abad
Afrida menemani cucunya Nikeysyah
Mawaddah Saika yang senantiasa terbaring di lantai, Senin (15/4/2013).
Balita yang berusia 2,5 tahun itu hanya bisa berbaring karena penyakit yang
dideranya, Hidrosefhalus (pembesaran di kepala,red). Para kuli tinta yang
bertugas di Kabupaten Rokan Hilir bersama-sama meninjau ke rumah tersebut yang
disambut oleh Afrida didampingi ibu dari Keysyah.
Kepada Wartawan, Afrida menjelaskan selama 1,5 tahun belakangan ini Keysyah (si penderita
Hidrosefhalus,red), begitu dia biasa dipanggil, tidak pernah dikontrol,
sedangkan seharusnya dilakukan control satu bulan sekali di Pekanbaru. Namun
bagi Afrida, apalah daya karena dirinya tidak memiliki biaya untuk melakukan
hal tersebut. Jangankan untuk berobat, sebutnya untuk biaya perjalanan ke
Pekanbaru saja tidak dimilikinya.
“Belum
lagi dikontrol. Udah lama, udah setahun setengah lah,” tutur Afrida.
Sementara itu, Keysyah tidak memiliki ayah lagi, yang
diandalkan dalam keluarga hanya kakeknya bernama Joni yang berprofesi sebagai
nelayan. Sedangkan ibunya Keysyah, Rini hanya bekerja disalah satu pusat
permainan anak-anak di Bagansiapiapi.
“Untuk makan hari-hari bisalah,”ujar Afrida.
Dalam kesempatan itu, Nopriosandi Wartawan Riau terkini
memberikan bantuan kepada Keysyah melalui neneknya Afrida sebesar sejuta
rupiah. Padahal dalam minggu ini rumahnya baru saja di satroni maling.
“ini bantuan dari perusahaan kami sebagai peduli terhadap Keysyah
penderita Hidrosefhalus,”ujar Noprisandi.
Tak pelak, Mata Afrida tampak berlinang sambil melihat
cucunya Keysyah yang berbaring di depan lipatan kakinya. Dirinya menundukkan
kepala sejenak begitu diterima bantuan tersebut. Kemudian diletakkannya uang
itu di perut Keysyah. Balita yang masih polos itu mengambil selembar uang itu.
Lalu dipegangnya sambil mengangkatnya ke atas. Matanya melirik ke wartawan yang
ada didepannya.
“Terima kasih atas bantuan ini,”sebut Arfida.
Dia mengatakan sangat mengharapkan bantuan untuk biaya
control maupun operasi cucunya Keysyah disaat berusia lima tahun nanti.
Dalam kesempatan ini, para jurnalis menyarankan agar membuat
proposal bantuan kepada pemerintah kabupaten Rokan Hilir agar mendapatkan biaya
dan perawatan dari pemerintah daerah.
“Ibu bikin saja proposal bantuan kepada pemerintah daerah.
Kami siap membantu untuk menyerahkan proposal tersebut,”tutur Noprisandi.
Sang nenek yang lebih setengah abad itupun tampak matanya
semakin berlinang. Sedangkan Keysyah yang terbaring didepannya mulai menangis.
Air mata Keysyah bercucur di pelipis wajahnya. Dia mengerang sambil tangannya
diangkat keatas. Arfida yang melihat hal tersebut hanya dapat mengusap kepala
Keysyah. Namun Keysyah terus menangis mengeluarkan suaranya lebih besar. Afrida
sang nenek kemudian melakukan untuk memiringkan kepala Keysyah menghadap kepada
para Jurnalis. Seketika tangis Keysyah terhenti setelah kepala beserta badannya
dimiringkan menghadap para wartawan.
“Rupanya Keysyah ingin melihat kalian,”jelas Afrida
mengakhirinya. (AGR)